Jumat, 25 Juli 2008

ILMU BARAT VERSUS IlMU ISLAM

Diolah dari berbagai sumber.
  • Judul diatas sebenarnya secara bahasa mungkin kurang relevan karena lawan dari Barat adalah Timur. Namun kata Barat kemudian menjadi konsep tersendiri (ikon) bagi kemajuan keilmuan maka bisa saja dilawankan dengan model keilmuan yag berbeda, dalam hal ini Islam.
  • Dari sumber munculnya sebuah ilmu memang terdapat perbedaan. Barat biasanya bersumber pada akal yang melahirkan persepsi inderawi dan rasionalitas yang spekulatif. Disinilah kemudian realitas dikonstruksi. Sementara dalam Islam wahyu dan akal sebagai sumber ilmu. Hasil akal yang spekulatif kemudian dipadukan dengan ilmu ilahi yang bersifat pasti.
  • Realitas bagi dunia Barat dibatasi pada alam dunia saja yang kemudian melahirkan empirisisme dan antroposentrisme. Sementara bagi Islam realitas bukan saja hal yang terlihat mata namun juga yang tidak kasat mata. Alam ini bersifat relatif yang semua wujudnya tergantung pada Tuhan. Dalam Islam untuk mengetahui hakekat realitas tidak cukup hanya dengan apa yang ditangkap oleh panca indera dan rasio (kerja akal) semata namun didukung oleh wahyu.
  • Perbedaan inilah yang kemudian menjadi dasar perbedaan ontologi dan epistimologi serta aksiologinya.
  • Pada sisi ontologi, Barat modern hanya menjadikan alam ini sebagai objek kajian dalam sains, yang mereka hanya membatasi akal dan panca indra (empiris) sebagai epistemologinya. Hal itu tidaklah ganjil mengingat perkembangan ilmu dan dinamisasi peradaban di Barat bergeser dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya. Sebagai contoh sejarah pertentangan antara gerejawan dengan ilmuan; pertikaian yang melibatkan pemuka agama Kristen dengan para saintis di Eropa pada Abad Pertengahan (Dark Age) telah melahirkan desakan pencerahan pemikiran yang dikenal dengan Renaissance/Enlightenment/Aufklarung, masing-masing di Italia, Prancis, Inggris dan Jerman.
  • Barat modern meninggalkan agama yang dianggap sebagai penghambat kemajuan dunia. Inilah pergeseran dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya, yang kemudian melahirkan berbagai aliran seperti eksistensialisme, materialisme, ateisme, empirisme, rasionalisme, kapitalisme, liberalisme, sosialisme, humanisme, relativisme, agnostisme.
  • Dalam keilmuan Islam untuk mengetahui hakekat realitas tidaklah cukup dengan menggunakan panca indra dan akal saja, tetapi ada tetapi ada dua unsur lain yang harus dipertimbangkan, Wahyu dan intuisi.
  • Barat melihat wujud alam ini sebagai materi (physic), yang hanya akal dan panca indra saja sebagai landasan epistemologinya. Sedangkan perspektif keilmuan dalam Islam mementingkan kedua alam: ‘alam ghayb (metaphysic) dan ‘alam syahadah (physic), serta menerima wahyu sebagai sumber ilmu tentang kedua alam itu.
  • Namun demikian, peradaban Barat oleh sebagian masyarakat dunia Islam dianggap lebih mapan dan layak diadopsi. Hal inilah yang membuat beberapa pemikir Islam mencoba merumuskan konsep bagaimana membangkitkan keilmuan Islam menjadi keilmuan yang menarik dan untuk mendorong kebangkitan keilmuan Islam. Misalnya munculnya gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
  • Gerakan ini tidak ingin menjadi gerakan apologetik Islam yaitu bahwa semua Ilmu itu sudah ada dalam Islam, tidak pula memberikan “baju” pada keilmuan Barat (seperti psikologi Islam, ekonomi Islam, dll) dengan mengutip beberapa ayat Al-Quran dan Hadist, namun lebih kepada pembongkaran konsep ontologi, epistimologi dan aksiologi dalam pengetahuan.
  • Usaha lain dari pemikir Islam adalah melakukan kajian oksidentalisme. Hal ini pernah disuarakan oleh Hasan Hanafi yang mencoba mengakhiri mitos Barat sebagai representasi seluruh umat manusia dan sebagai pusat kekuatan. Oksidentalisme juga berusaha meluruskan sentrisme Eropa untuk kemudian melakukan penulisan ulang sejarah dunia dengan kacamata yang lebih obyektif dan netral dan bersikap adil terhadap andil seluruh peradaban manusia dalam sejarah dunia.
  • Maka dari itu saya melihat adanya perbedaan yang tajam dari para pemikir Islam dan Barat. Para pemikir Islam, dengan menggunakan segala kemampuan yang dimiliki mampu menciptakan teori ataupun konsep yang ia tidak perlu keluar dari Islam. Artinya meskipun ia mengadopsi berbagai macam faham dari Barat, namun ia tetap seorang Muslim. Sementara para pemikir Barat, memiliki kenyataan yang berbeda, karena ia mempertahankan ajaran materialisme maka ia berubah menjadi ateis, karena memprthankan psikoanalisa ia bisa menjadi anti-Tuhan, dan yang paling tragis ketika Nietzsche mengukuhkan eksistensinya sebagai manusia ia terjebak pada nihilisme dan berseru “Tuhan telah mati”.
  • Selamat berdiskusi......

Tidak ada komentar: